Terdapat beragam pendapat dari para ahli yang menjelaskan tentang pengertian perkawinan. Duvall & Miller (1985) mendefinisikan perkawinan sebagai berikut :
“Marriage is a socially recognized relationship between a man and a woman that provides for sexual relation, legitimized childbearing and establishing a division of labour between spouses”
Perkawinan dikenali sebagai hubungan antara pria dan wanita yang yang memberikan hubungan seksual, keturunan, membagi peran antara suami-istri.
Dalam dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 (Undang-undang perkawinan, www.sdm.ugm.ac.id) Bab I pasal 1, perkawinan diartikan sebagai :
“Perkawinan adalah ikatan batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.”
Beberapa sumber lain menjelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan atau komitmen emosional dan legal antara seorang pria dengan seorang wanita yang terjalin dalam waktu yang panjang dan melibatkan aspek ekonomi, sosial, tanggungjawab pasangan, kedekatan fisik, serta hubungan seksual. (Regan, 2003; Olson & DeFrain, 2006; Seccombe & Warner, 2004)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan pengertian perkawinan sebagai ikatan yang bersifat kontrol sosial antara pria dan wanita yang didalamnya diatur mengenai hak dan kewajiban, kebersamaan emosional, juga aktivitas seksual, ekonomi dengan tujuan untuk membentuk keluarga serta mendapatkan kebahagiaan dan kasih berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Alasan melakukan perkawinan
Menurut Stinnett (dalam Turner & Helms, 1987) terdapat Berbagai alasan yang mendasari mengapa seseorang melakukan Perkawinan. alasan-alasan tersebut antara lain :
- Komitmen. Perkawinan sebagai suatu simbol dari komitmen, dengan melakukan perkawinan seseorang ingin menunjukkan kepada pasangannya mengenai komitmennya terhadap hubungan yang ada.
- One-to-one relationship. Melalui perkawinan seseorang membentuk one-to- one relationship. Individu dapat memberikan afeksi, rasa hormat pada pasangannya.
- Companionship and sharing. Dengan perkawinan seseorang dapat mengatasi rasa kesepiannya dengan berbagi segala hal pada pasangannya.
- Love. Hal ini merupakan alasan utama seseorang melakukan perkawinan. Karena pada dasarnya perkawinan adalah sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar tentang cinta.
- Kebahagiaan. Banyak orang yang menganggap bahwa dengan melakukan perkawinan mereka akan mendapatkan kebahagiaan
- Legitimasi hubungan seks dan anak. Perkawinan memberikan status legitimasi sebuah hubungan seksual hingga akhirnya memperoleh keturunan.
Fungsi-fungsi perkawinan
Dalam sebuah perkawinan perlu adanya fungsi-fungsi yang harus dijalankan dan bila fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan atau tidak terpenuhi maka tidak ada perasaan bahagia dan puas pada pasangan. (Soewondo, dalam 2001) . Duvall & Miller (1985) menyebutkan setidaknya terdapat enam fungsi penting dalam perkawinan, antara lain :
1. Menumbuhkan dan memelihara cinta serta kasih sayang
Perkawinan memberikan cinta dan kasih sayang diantara suami dan istri, orang tua dan anak, dan antar anggota keluarga lainnya. Idealnya perkawinan dapat memberikan kasih sayang pada kedua orang tua dan anaknya sehingga berkontribusi terhadap perkembangan kesehatan mereka.
2. Menyediakan rasa aman dan penerimaan.
Mayoritas orang mencari rasa aman dan penerimaan, serta saling melengkapi bila melakukan kesalahan sehingga dapat belajar darinya dan dapat menerima kekurangan pasangannya.
3. Memberikan kepuasan dan tujuan.
Berbagai tekanan yang terdapat pada dunia kerja terkadang menghasilkan ketidakpuasan. Ketidakpuasan tersebut dapat diatasi dengan perkawinan melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama-sama anggota keluarga. Dengan perkawinan juga seseorang dipaksa untuk memiliki tujuan dalam hidupnya.
4. Menjamin kebersamaan secara terus-menerus.
Melalui perkawinan rasa kebersamaan diharapkan selalu didapatkan oleh para anggota keluarga.
5. Menyediakan status sosial dan kesempatan sosialisasi
Sebuah keluarga yang diikat oleh perkawinan memberikan status sosial pada anggotanya. Anak yang baru lahir secara otomatis mendapatkan status social sebagai seorang anak yang berasal dari orang tuanya.
6. Memberikan pengawasan dan pembelajaran tentang kebenaran
Dalam perkawinan, individu mempelajari mengenai aturan-aturan, hak, kewajiban serta tanggungjawab. Pada pelaksanaannya individu tersebut akan mendapatkan pengawasan dengan adanya aturan-aturan tersebut. Individu dalam perkawinan juga mendapatkan pendidikan moral mengenai hal yang benar atau salah.
Sumber:
Duvall, Evelyn Millis & Miller, Brent C. 1985. Marriage and Family Development
(Sixth Edition). New York: Harper & Row.
Sekian uraian tentang Pengertian Perkawinan Menurut Para Ahli, semoga bermanfaat.